Senin, 10 Maret 2014

AMSAL 30:11-14

Pendahuluan
Bentuk dan penyajian kumpulan amsal milik Agur bin Yake dari Masa ini berbeda dari kumpulan amsal sebelumnya. Di sini kita dapat merasakan perasaan negatif serupa kitab Pengkhotbah, "Aku berlelah-lelah, ya Allah..." bandingkan dengan keluhan Pengkhotbah akan "jerih lelah yang sia-sia" (Pkh. 1:3; 2:11, dst.). Pertanyaan Agur, khususnya mengenai siapa Allah (ayat 4-5), mirip dengan pertanyaan Allah yang menantang Ayub karena berani mempertanyakan kebijaksanaan Allah (lih. Ayb. 38-42). Bedanya, Ayub mempertanyakan Allah, di sini Agur mengakui keterbatasannya dalam mengenal Allah.
Ajaran hikmat dari dari Agur dalam Amsal ini mengajak kita untuk menempatkan diri pada posisi yang tepat di hadapan Allah, pencipta dan pemilik alam semesta ini. Kita hanyalah ciptaan-Nya yang terbatas dan fana. Oleh karena itu, penting sekali kita mengakui bahwa sumber hikmat hanya pada Allah dan upaya menambahinya adalah sikap arogan manusia yang hanya menghancurkan diri sendiri (ayat 5-6, 13).
Sebaliknya hidup bergantung penuh pada Tuhan, bersyukur untuk anugerah-Nya yang senantiasa cukup (band. Flp. 4:12-13) adalah sikap orang berhikmat. Dampak sikap hidup yang benar di hadapan Tuhan akan berwujud nyata dalam sikap hidup kita terhadap orang lain (ayat 11-14).
Telaah Perikop
Pada bacaan kita malam ini, Agur dalam Amsalnya menyebut tentang cara hidup yang keliru umat manusia yang tidak berkenan kepada Allah. Setiap orang harus mampu melakukan hal2 yang berkenan kepada Allah dalam upaya mengenal Allah, melalui perbuatan dan sikap hidup terhadap sesama. Kenyataannya, menurut Agur, ada beberapa sikap tidak benar yang datang dari hidup yang tidak mengenal Allah, yakni:

1.   Sikap terhadap orang tua (ay. 11)
Dengan gamblang penulis amsal ini menyatakan bahwa ada orang yang tidak menghormati orang tua melalui sikap yang tidak terpuji. Mereka mengutuki ayah nya dan bahkan tidak memberkati  ibunya. Pribadi seperti ini justru bukan orang yang mengenal Allah, malah sebaliknya mereka pastilah hidup jauh dari TUHAN. Sebab setiap orang yang tidak menghormati orang tua sudah pasti dikutuki Tuhan. Hal ini jelas dinyatakan dalam Ulangan 27:16 yaltu: Terkutuklah orang yang memandang rendah ibu v  dan bapanya...”

2.   Sikap terhadap dosa diri (ay. 12)
Yang dimaksud dalam ayat 12 ini adalah tipe orang yang merasa benar dan orang lain adalah pendosa. Ia tidak perna mau menyadari bahwa dirinya adalah pribdai yang berdosa. Jarinya selalu menuding dosa orang lain, sementara dirinya sendiri dianggap paling suci.
Dalam Roma Roma 3:10-13, Paulus dengan tegas mengatakan bahwa tidak ada seorangpun yang benar; semua telah berbuat dosa. Pernyataan Paulus ini sangat penting dalam rangka pengenalan akan Allah. Jika seseorang menggap diri benar dan tidak mengakui dosanya, Ia sama dengan orang yang tidak mengakui Kasih Karunia Allah yang menyelamatkan orang berdoa. Sebab dengan mengaku diri berdosa, berarti ia membutuhkan pengampunan dari Allah. Selama pribadi seseorang tidak mengakui dosanya dan menggap diri benar, tidak ada pengampunan dari Allah. Pribadi demikian sudah jelas tidak mungkin mengenal Allah.

3.   Sikap angkuh dan menindas orang lain (13,14)
Penulis amsal selanjutnya menyebut tipe ke tiga dari pribadi yang terkategori tidak dapat pengenalan tentang Allah. Yaitu mereka yang tidak mengasihi sesamanya. Keangkuhan diri dan mengangap orang lain lebih rendah dari dirinya; dan bahkan dengan tega dan sadar menindas dan merugikan orang lain adalah contoh jelas dari Amsal bahwa pribadi ini tidak mengasihi sesamanya.
Rasul Yohanes mengatakan: Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih.(1 Yoh.4:8). Hal ini berarti bahwa ukuran seseorang mengenal Allah adalah dengan mengasihi sesama. Orang yang membenci sesamanya, menindas dengan angkuh orang lain adalah pribadi yang tidak mengenal Allah. Lebih jauh dikatakan oleh Rasul Yohanes: Jikalau seorang berkata: "Aku mengasihi Allah," dan ia membenci saudaranya, maka ia adalah pendusta, karena barangsiapa tidak mengasihi saudaranya yang dilihatnya, tidak mungkin mengasihi Allah, yang tidak dilihatnya. (4:20). Ukuran mengasihi Allah dan mengenal Allah adalah mengasihi sesama. Konsep ini sangat sederhana namun tegas. Kita hanya dapat mengalami pengenalan terhadap Allah jika kita juga bersedia untuk mengasihi sesama.

Relevansi dan Aplikasi
Aplikasi Firman Tuhan dalam ayat 11-14 haruslah di baca dalam kerangka berpikir mulai dari ayat 1. Karena itu ada beberapa poin penting mulai dari ayat 1-14 yang dapat kita aplikasikan dan terapkan dalam kehiidupan ini, yakni:
1.  Betapa gamblangnya Agur menjelaskan dengan ekspresi bahasa (ay.1-3) bahwa seorang hanya akan memiliki pengenalan yang benar akan Allah yang Maha Kudus melalui penyataan-Nya: umum dan khusus. Setiap orang dapat menyaksikan penyataan umum saat menyaksikan karya ciptaan Allah yang agung dan dahsyat ay.(4). Tak seorang manusia atau dewa mana pun yang mampu menciptakan dunia sedemikian dahsyat ini. Penyataan umum dapat menghantar manusia mengenal Sang Pencipta yang agung dan besar. Lebih dari itu ada penyataan khusus yakni melalui firman dan Anak-Nya, supaya manusia tidak berhenti pada pengagungan karya ciptaan-Nya, melainkan masuk dalam karya keselamatan-Nya.
 2.  Allah tidak mau manusia berhenti pada pengakuan bahwa dunia ini diciptakan-Nya, melainkan ada satu tujuan yang lebih mulia, yakni manusia mengerti bagaimana Allah menganugerahkan keselamatan kepada manusia berdosa. Melalui firman-Nya yang kudus yang tidak boleh ditambah atau dikurangi karena sifatnya yang murni (ay. 5-6), manusia mengerti betapa besar dan dalamnya kasih Allah, sehingga mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal mati menanggung dosa manusia. Barangsiapa percaya kepada Anak-Nya beroleh keselamatan kekal, karena ia sudah pindah dari dalam maut kepada hidup.
3.  Selanjutnya, Seorang yang mengenal dan telah menerima karya keselamatan-Nya akan hidup dalam anugerah dan pemeliharaan-Nya. Inilah yang diminta oleh Agur. Ia mengenal bahwa manusia sulit berkata "cukup" karena selalu ada ketidakpuasan dalam dirinya. Bila ia merasa segala kebutuhan tercukupi ia tidak lagi memandang kepada Tuhan yang memberikan; bila ia hidup dalam kemiskinan dan kekurangan, ia bisa mencuri dan mempermalukan Tuhan (bd. ay. 9). Jika demikian kapan kehadiran Tuhan dalam hidupnya, ketika kaya dan ketika miskin pun tidak?! Berbeda halnya dengan seorang yang menyadari bahwa hidupnya adalah anugerah dan segala yang dimilikinya pun semata berdasarkan anugerah dan pemeliharaan-Nya, sehingga ia senantiasa mensyukuri Sang Pemelihara hidupnya.
4.  Pengenalan akan Allah selanjutnya harus pula dimulai dengan pengenalan akan diri sendiri yang penuh dosa (ay.12). Saatnya kita menyadari bahwa kita semua berdosa. Kita tidak lebih benar dari orang lain. Dengan pengenalan akan diri sendiri yang berdosa dan memerlukan Kasih Karunia Tuhan yang menyelamatkan, akan menggiring tiap pribadi untuk mengalami pengenalan akan Allah dalam Yesus Kristus Sang Penyelamat.
5.  Bukti nyata yang tak terpungkiri bahwa setiap orang telah mengalami pengenalan akan Allah terlihat dari relasi yang baik dan harmonis dibangun dengan sesamanya manusia. Entah upaya mengormati orang tua (ay.11); ataupun relasi indah penuh kasih dengan orang lain (ay.13-14). Pengenalan akan Allah hanya dapat dilakukan apabila seseorang memiliki hubungan yang baik dengan TUHAN Allah dan mengasihiNya dengan sungguh. Namun, seeorang dapat dikatakan telah mengasihi Allah dengan sungguh, dapat terlihat pada tulusnya ia mengasihi dan menghormati sesamanya.

Selamat mengalami pengenalan yang utuh dan benar terhadap Allah yang menyatakan diriNya melaui segala ciptaan dan istimewa melalui karya keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus. Amin.

Sabtu, 08 Maret 2014

AYUB 4:12-21

Pendahuluan
Kitab Ayub adalah sebuah tulisan yang kaya gaya sastranya, oleh karena itu kita akan menemukan beraneka ragam gaya sastra seperti dialog (pasal 4-27), percakapan seorang diri (pasal 3), wacana (mis. Pasal 29-41), narasi  (pasal 1-2), dan nyanyian pujian (pasal 28). Nama Ayub sendiri dalam bahsa Ibrani berarti sebagai “Di mana Bapaku?, walaupun memang ada dua tafsiran lain  yang menterjemahkan bahwa Arti nama Ayub adalah “Lawan Allah” dan “orang yang bertobat” (dari bahasa Arab).

Tujuan kitab Ayub ini adalah menyelidiki keadilan dan perlakuan Allah terhadap orang benar. Dalam dunia Perjanjian Lama, berkembang pemahaman bahwa kebiasaan Allah untuk memberkati orang benar dengan berbagai kekayaan dan reputasi, tidaklah menghalangi pengembangan kebenaran yang sejati. Tetapi dalam situasi Ayub, kenyataan yang terjadi adalah Allah tidak berkewajiban untuk memastikan bahwa orang benar menerima berkat dan hanya berkat, seperti yang dipersoalkan Iblis (dalam Ayub 1:9-11). Tetapi juga bisa melewati suatu fase yang dinamakan dengan penderitaan.
Sehingga tema pokok yang didiskusikan dalam kitab Ayub ini
adalah tentang penderitaan orang yang tidak bersalah, berdasarkan suatu kenyataan bahwa orang yang saleh juga hidup menderita. Dan Ayub menjadi pusat pembicaraan dari dialog-dialog yang dilakukan olehnya dengan keempat temannya yang bukan orang Yahudi, yakni Elifas, Bildad, Zofar dan Elihu, di mana mereka yang sebenarnya datang sebagai penghibur, tetapi juga melemparkan tuduhan-tuduhan yang tidak beralasan terhadap Ayub, dan terkesan menunjukkan sikap permusuhan.

Telaah Perikop
Bagian bacaan kita saat ini yakni Ayub 4:1-12 adalah salah satu dialog Ayub dengan teman-temannya yang bernama Elifas, sesudah mereka mendengarkan curahan hati Ayub atas apa yang dialaminya, yakni kisah penderitaannya yang telah kehilangan segala-galanya, baik harta kekayaan maupun keluarganya, termasuk penderitaan jasmani yang sedang dialaminya. Elifas, seorang yang berasal dari Teman (daerah Edom – Yes 49:7) ia merasa prihatin dengan apa yang dialami oleh Ayub. Bahwa sebagai seorang yang dulunya menikmati kemakmuran, bahkan selalu membantu orang-orang yang membutuhkan pertolongan darinya, kini Ayub tidak berdaya.

Dan sekalipun Elifas tahu bahwa Ayub adalah orang yang takut akan Tuhan, dan yang tidak pernah berputus asa, termasuk dalam meresponi penderitaan yang sementara ia alami, maka ia pun menyarankan kepada Ayub bahwa agar terbebas dan keluar dari belenggu penderitaan ini, maka Ayub harus tetap menyandarkan hidupnya kepada Tuhan dan hidup terus dalam kesalehan.
Ternyata dalam dunia Perjanjian Lama teologi tradisional, yaitu: “ORANG YANG MAKMUR, PASTI ORANG BENAR DAN ORANG YANG MENDERITA PASTI ORANG JAHAT”, cukup banyak mempengaruhi kehidupan umat manusia. Sehingga Elifas berpikir bahwa bahwa yang menyebabkan Ayub jatuh di dalam penderitaan yang luar biasa itu tidak datang dari luar, tetapi datang justru dari dirinya sendiri yang telah berbuat dosa.

Pada satu pihak, perkataan Elifas tentunya tidak salah bahwa kebinasaan dan kehancuran itu datang dari berbagai perbuatan jahat yang pernah dilakukan seseorang (ay 7-9). Dan di samping itu bahwa realitas yang melekat kepada kehidupan manusia bahwa tidak ada seorang pun yang benar dan tahir di hadapan Tuhan, termasuk hamba-hamba Tuhan (ay 17-18) tentu lebih menguatkan pendapat Elifas bahwa Ayublah yang berdosa.

Tetapi pada pihak lain, Elifas yang semulanya datang untuk menghibur, ternyata juga memojokkan dan menempatkan Ayub pada posisi yang sangat tidak berdaya. Ungkapan-ungkapannya justru tidak mendatang-kan penghiburan, apalagi menolong Ayub dalam menghadapi persoalan yang terjadi, tetapi justru membuat Ayub semakin terpuruk, oleh karena semuanya itu tidak menjawab dan menyentuh persoalan yang dialami oleh Ayub sendiri. Bahwa apa yang diperkirakan oleh Elifas tidaklah demikian yang dilakukan oleh Ayub. Bahwa ternyata dalam kesalehan dan ketaatannya kepada Allah, dia telah mengalami suatu kehidupan yang berat, yang dinilainya bukan akibat dari segala perbuatannya selama itu.

Relevansi dan Aplikasi (Penerapan)
Maksud dan tujuan baik kadangkala belum tentu juga menghasilkan suatu hal yang baik. Menghibur orang yang dekat dengan kita adalah suatu hal yang pantas dan wajar. Tetapi kadang-kadang kita harus memikirkan apakah tindakan yang kita lakukan benar-benar menyentuh ataupun menjawab persoalan yang dialami oleh saudara dan teman kita itu. Mungkin kita harus lebih hati2 di dalam mengerjakan sesuatu dengan perhitungan yang matang. Sebab keinginan kita untuk menjadi berkat bagi sesama kita bisa berubah menjadi batu sandungan bagi orang lain. 

Kisah Ayub yang kita renungkan kali ini mau memberikan warna yang baru dalam drama kehidupan umat manusia. Bahwa ternyata tidak selamanya hidup menjadi orang benar di hadapan Allah harus menikmati berbagai keselamatan yang dinikmati di dunia ini, seperti kemakmuran, kedamaian, keamanan, kekayaan dan kebahagiaan.

Bahwa ungkapan semakin dekat dengan Tuhan semakin besar pencobaan itu datang, membuat kita berpikir apakah Allah itu adil di dalam kehidupan kita. Tetapi mungkin kita bisa merenungkan sebuah lagu: “Tak pernah Tuhan janji hidupmu takkan berduri tak pernah Dia janji lautan tenang”. Bahwa ternyata kehidupan manusia itu kadangkala harus mengalami apa yang dinamakan kesusahan, sesuai dengan kadar dan situasi yang dialami oleh seseorang. Tetapi itu semuanya itu tidak hanya datang dari pada manusia, tetapi berasal dari keinginan Iblis yang tidak pernah membiarkan umat Tuhan dalam keadaan tenang. 

Walaupun demikian ternyata Allah tidak akan pernah meninggalkan umatNya yang mengalami penderitaan. Sebab ending dari drama kehidupan Ayub menunjukkan keadilan Allah yang tidak dapat dipahami oleh manusia. Bahwa selagi kita setia dan taat dalam keadaan apapun maka Allah tidak akan pernah sedetik meninggalkan kita yang mengandalkan Dia.
Ingatlah: 

Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya.  (1 Kor 10:13). Amin.

MAZMUR 77:12-21

Pendahuluan
Siapapun kita pasti pernah mengalami pasang surut kehidupan. Ada saat hidup penuh dengan damai sejahtera, namun juga ada kondisi di mana hidup penuh tantangan dan persoalan. Bisanya ketika mengalami hidup yang penuh damai dan kesenangan, kita menikmatinya dengan penuh kegirangan dan kelegaan. Bahkan tanpa sadar, kesenangan hidup itu sering membawa kita terlena dan melupakan sumber dari segala kebahagian hidup, yakni Tuhan sang pengasih. Bukan itu saja, kesenangan hidup jugalah yang kemudian mulai menggiring kita untuk menjauh dari Tuhan dan jatuh dalam dosa.
Lain halnya ketika kemudian hidup yang kita jalani tiba2 berubah dari bahagia menjadi sengsara dan penuh pergumulan. Hal utama dan pertama yang dilakukan adalah mencari-cari Tuhan untuk memohon pertolongan. Bahkan kadang sadar atau tidak, kita mencari Tuhan bukan untuk meminta pertolongan, melainkan meminta pertanggung-jawaban Tuhan. Tuhanlah yang layak kita anggap penyebab sengsara hidup ini. Tuhan kita anggap sudah tudak mengasihi kita lagi. Sehingga penyebab utama hidup sengsara, kita sebut Tuhanlah penyebabnya.
Telaah Perikop (Tafsiran)
Kondisi inilah yang tergambar dalam bacaan kita hari ini. Mazmur ini diciptakan waktu keadaan umat Israel susah sekali, yaitu di masa yang menyusul kembalinya umat dari pembuangan. Hati pemazmur sangat tertekan dan ia hampir hilang kepercayaannya kepada Tuhan sebagai pelindung dan penolong umatNya (bd. Maz 77:2-11).
Jika kita memperhatikan awal kisah pembuangan Israel dan bahkan melihat pola laku bangsa pilihan ini, maka pastilah kita setuju bahwa pembuangan itu dan kesengsaraan tersebut merupakan dampak dari dosa dan kesalahan umat kepada Allah. Namun sengsara hidup dan derita yang mereka alami acap kali hanya direfleksikan sebagai bentuk murka Allah dan kebencian Allah bagi umatNya. Tuhan sudah tidak mengasihi Israel dan menolak bangsa pilihan (bd. Ay. 8,9) adalah anggapan umum umat waktu mengalami pembuangan. Tuhan menjadi “kambing hitam” dan penyebab sengsara mereka.
Cara berpikir yang keliru ini dituturkan oleh Asaf penulis Mazmur mulai dari ayat 2-11 bacaan SBU pagi. Menurut pemazmur apa yang mereka alami dalam kesengsaraan disebabkan oleh Tuhan. Mengapa demikian? Karena pemazmur melihat sendiri dan mengingat masa lalu tentang berbagai derita pembuangan hingga mereka kembali ke kampung halaman. Dalam keputusasaan mengalami derita, pemazmur berseru dengan nyaring meminta pertolongan, namun tangan Tuhan seakan enggan menolong (ay.3,4). Bahkan lebih jauh, pemazmur mencoba merenungkan ulang kisah masa lalu hidup mereka, dan dalam kegetiran ia menyimpulkan bahwa Tuhan telah berubah (ay.11).
Syukurlah bahwa perspektif yang keluru ini diubah oleh Asaf dengan cara pandang yang baru ketika mengalami persoalan dan tekanan kehidupan. Perhatikan beberapa hal yang disampaikan dan dilakukan pemazmur ketika melihat masalah dan beban hidup itu dengan cara yang baru, yakni:
1.       Pemazmur tetap melihat masa lalu. Tetapi kali ini dengan cara yang berbeda. Ia tidak melihat dan mengingat masa lalu yang kelam dan sulit. Namun yang diingat dan direnungkan adalah perbuatan-perbuatan TUHAN yang ajaib (ay.12.).
Mengingat perbuatan Allah yang ajaib rupanya adalah upaya pemazmur untuk membuktikan bahwa TUHAN tetap berkuasa atas mereka dan perbuatan ajaib Allah selalu ada sejak zaman purbakala. Dengan cara pandang seperti ini, Asaf ingin mengajak umat Israel untuk meyakini bahwa kuasa Allah tidak pernah berubah. Sekaligus meralat pernyataan ayat 11 bahwa tangan kanan Yang Mahatinggi berubah, tidaklah benar. TUHAN Allah tidak berubah sebab sejak purbakala perbuatan ajaibNya telah ada.
Dengan mengingat-ingat perbuatan Tuhan masa lampau, ia berharap beroleh kekuatan untuk tetap percaya dan mengandalkan Dia! Ingatannya terhadap perbuatan Tuhan masa lalu membawanya kepada kekaguman luar biasa pada kuasa Allah sekaligus menjadikan itu sebagai kekuatannya menghadapi tantangan hidup.
2.       Perhatikan ayat 13 bacaan kita. Pemazmur bukan hanya mengingat perbuatan-perbuatan Allah yang ajaib itu di masa lampau, namun juga ia merenungkan peristiwa2 itu sebagai suatu refleksi iman tentang kuasa Allah yang ajaib. Walaupun tidak disebutkan hasil perenungan itu, namun kita dapat menduga dengan pasti bahwa hasilnya adalah hal-hal positif yang membangkitkan semangat iman untuk berjuang dan berpeng-harapan dalam TUHAN. Hal ini terlihat jelas ketika ia dengan berani, semangat menyebut atau menceritakan perbuatan2 TUHAN itu.
Tidak disebutkan mengapa ia menyebut perbuatan TUHAN itu. Hal ini harus dilihat dalam pemahaman pengajaran Israel dari generasi ke generasi. Menyebut perbuatan Tuhan berarti menceritakan perbuatan TUHAN itu. Ini bermakna bahwa pemazmur tidak hanya merenungkan untuk diri sendiri namun ia berani bersaksi tentang TUHAN yang ajaib tersebut kepada orang lain. Itu berarti pemazmur sedang mengajarkan kepada orang lain tentang Allah dan perbuatanNya yang ajaib itu.
3.       Perhatikanlah bagaimana cara pemazmur menuturkan dan menyebut perbuatan2 ajaib yang dilakukan TUHAN dalam hidup bangsa Israel pada ayat 16-21..! SANGAT DETAIL, itulah cara pemazmur menyebut perbuatan-perbuatan TUHAN yang ajaib itu. Terkesan kuat seakan pemazmur mengalami sendiri peristiwa nenek moyangnya mengalami tangan TUHAN yang membebaskan mereka melalui Musa dan Harun. Pemazmur dengan lugas dan jelas menyebut tahap demi tahap berbuatan Tuhan itu.
Hal ini perlu dipertanyakan!! Bagaimana mungkin pemazmur mengingat detail peristiwa masa lalu padahal ia sendiri tidak mengalami zaman Musa dan Harun? Jawaban yang pasti adalah bahwa pemazmur mendengar kisah itu dari orang tua yang menuturkannya dari generasi ke generasi. Mungkin juga ia membaca kisah tersebut dalam tulisan-tulisan suci Israel. Yang pasti pemazmur sangat mengenail Allah dan perbuatanNya itu dan tidak melupakan kebaikan2 yang telah Tuhan perbuat baginya dan nenek moyang Israel.
Relevansi dan Aplikasi (penerapan)
semua orang pernah mengalami kesulitan di dalam kehidupan, termasuk orang Kristen. Di dalam kesusahan hidup, siapakah yang kita cari? Seringkali kita tidak lagi mau mencari TUHAN karena kita menganggap TUHANlah yang bertanggungjawab atas semua kesusahan kita. Kita menganggap Dia tidak dapat menjaga dan memelihara kita sebagaimana janjiNya. Pemazmur di dalam kesusahannya tetap berseru kepada TUHAN. Jadi walaupun kita menyimpan banyak pertanyaan tentang TUHAN, tetapi sepatutnya kita meneladani pemazmur dengan tetap bersandar kepada TUHAN.
TUHAN tidak pernah meninggalkan kita. Dalam kesulitan kita, seharusnya kita tetap beriman kepada TUHAN karena percaya bahwa tidak ada allah lain selain daripada TUHAN. Untuk bisa sampai pada tingkatan iman seperti ini, maka langkah pertama yang harus kita perbuat adalah merenungkan dan mengingat perbuatan Tuhan yang ajaib dalam hidup kita. Carilah dan ingatlah bagaimana TUHAN menolong kita, dan apa yang kita alami bersama TUHAN.
Semua kita tentu pernah mengalami keajaiban TUHAN di dalam hidup ini, bukan? Jadikan pengalaman-pengalaman iman di masa lalu itu sebagai kekuatan menghadapi pergumulan dan tangan saat ini. Bahkan bukan itu saja, kita harus mengikuti apa yang diperbuat pemazmur, ykani menceritakan berbagai keajaiban itu kepada orang lain dan turun-temurun kita agar merekapun dapat menemukan kekuatan iman karena percaya pada Allah yang tidak berubah serta penuh kuasa itu.

Jadi marilah kita tetap beriman dan bersandar pada-Nya. Pengalaman masa lalu kita telah membuktikan bahwa TUHAN tidak pernah meninggalkan kita. Dia akan selalu setia kepada janjiNya. Selamat menghayati; mengingat dan merenungkan perbuatan Allah dalam hidup kita. Percayalah bahwa jika Dia menolong kita di masa lalu, maka kuasaNya pun ada dan siap mendampingi kita di saat mengalami pergumulan hari ini ataupun esok. Sebab sudah terbukti bahwa “TUHAN tidak pernah berubah”.  Amin.

Sabtu, 15 Februari 2014

Dalam dunia kuno, ketika dua bangsa bertempur maka yang terutama bertempur adalah allah-allah sesembahan bangsa itu. Maka kita perlu melihat bahwa pertempuran yang terjadi dalam kitab Keluaran adalah pertempuran antara Allah Israel dengan para allah Mesir.
Firaun merupakan salah satu allah Mesir dan karenanya tidak mengherankan bila Firaun menyombongkan diri dengan tidak mau mengenal dan mengakui Yahweh. Ia berkata "Siapakah TUHAN (terjemahan dari kata Yahweh) itu yang harus kudengarkan firman-Nya untuk membiarkan orang Israel pergi? Tidak kenal aku TUHAN itu dan tidak juga aku akan membiarkan orang Israel pergi" (bd. ay.2). Bahkan dengan murka Firaun kemudian memberi perintah agar pekerjaan orang Israel diperberat. Orang Israel disuruh membuat batu bata dalam kuota yang sama, tetapi pekerjaan mereka ditambah dengan harus mengumpulkan jerami sendiri (7-8). Orang Israel tentu saja tidak dapat memenuhi tuntutan Firaun. Akibatnya, mandur-mandur Israel kemudian dipukul oleh pengerah-pengerah Firaun (bd. ay14).
Para mandur yang dipukul kemudian marah kepada Musa dan Harun setelah mengetahui bahwa semua ini terjadi sebagai akibat pertemuan Musa dan Harun dengan Firaun. Musa kemudian juga kesal kepada Tuhan dan mengeluh bahwa Tuhan tidak melepaskan umat-Nya dari penderitaan tersebut. Namun sesungguhnya semua itu ada dalam rencana Tuhan, karena memang Tuhan akan memaksa Firaun untuk membiarkan umat-Nya pergi dengan tangan yang kuat (ay. 24).
Dalam kehidupan iman kita pun selalu ada peperangan rohani. Namun Allah tidak akan menyelamatkan kita dengan bernegosiasi dengan Iblis dan pengikutnya. Kita tidak perlu berkeluh kesah atau bersungut-sungut karena Allah akan menyelamatkan kita dengan tangan-Nya yang kuat, yaitu dengan mengalahkan Iblis dan pengikutnya. Dengan demikian kita harus melihat bahwa kesulitan yang kita alami dalam hidup -terutama ketika kita mau taat kepada Tuhan- merupakan hal yang wajar dan pasti terjadi karena memang akan ada peperangan rohani ketika kita mau taat kepada Allah.
Terdapat beberapa hal penting untuk direnungkan dalam bacaan kita ini untuk menjadi kekuatan bagi kita menjalani hidup ini, yakni:
1.   Ketika melakukan pengutusan Tuhan, tidak selalu semua berjalan dengan lancar, pasti ada hambatan dan halangan. Hambatan yang dialami Harun dan Musa datang dari luar (Firaun) maupun dari dalam (para mandor bangsa Israel sendiri). Dalam kita melakukan pengutusan Tuhan, hambatan juga bisa datang dari orang Kristen sendiri, dari sesama pelayan, atau bahkan dari kondisi seperti penyakit. Orang yang sungguh melayani Tuhan pasti tidak akan lepas dari halangan dan kesulitan.
2.   Kita harus berani melawan kecenderungan untuk mencari kambing hitam saat mengalamikesulitan, karena rasa marah, kecewa, dan sedih bisa saja muncul dan jika sudahterkumpul kita sering mencari sasaran emosi. Para mandor Israel mempersalahkan Harun dan Musa sebagai penyebab penderitaan bangsa Israel, dengan melontarkan kata-kata yang tajam dan melemahkan sekali, padahal yang bersalah adalah Firaun.
3.       Saat melakukan pengutusan Tuhan, kita memang akan mengalami hambatan. Akan tetapi itu bukan jadi alasan untuk lari dari pelayanan, bahkan kita harus kembali kepada Tuhan. Musa pasti merasa kecewa sekali karena ia dituduh menjadi penyebab penderitaan orang Israel, padahal ia ingin meringankan beban orang Israel. Kejadian ini mirip dengan kisah 40 tahun sebelumnya, ketika dia ditolak oleh bangsanya sendiri saat ingin membantu. Saat itu ia melarikan diri dari Mesir. Sekarang, ia memilih untuk tidak lari lagi dari Mesir atau kembali ke Midian, melainkan ia memilih untuk kembali kepada Tuhan dan mengungkapkan kekecewaannya (Keluaran 5:22-23). Marilah kita belajar untuk mencurahkan hati kepada Tuhan, karena dari situ kita akan mendapatkan kekuatan untuk melakukan pengutusan Tuhan.
4.       Kisah Musa sebagai pemimpin yang besar, tapi ia pernah ditolak mentah-mentah dan habis-habisan. Keluaran pasal 5 menceritakan pengalaman Musa yang ditolak oleh Firaun maupun bangsanya sendiri, sampai-sampai Musa seperti hilang semangat dan hilang harapan. Secara gamblang, Firaun menganggap sepele permintaan Musa, serta meragukan diri Musa, juga Tuhan yang mengutus Musa, bahkan menanggapi dengan negatif (ay. 1-5). Harga diri Musa diinjak-injak oleh Firaun dengan cara semakin menindas orang Israel lebih kejam lagi (ay. 6-11). Penolakan yang lebih membuat hati Musa hancur, ketika bangsanya sendiri meragukannya sebagai utusan Tuhan. Kehadiran Musa dirasakan tidak membawa berkat, melainkan membawa masalah lebih berat bagi bangsa Israel. 
Apa yang dilakukan Musa ketika penolakan terhadap dirinya terjadi? Musa berdoa, mengadu dan berteriak kepada Tuhan. Musa tidak memakai jalan sendiri atau mengemis pada Firaun, penguasa saat itu. Musa percaya bahwa Tuhan pasti punya jawaban atas setiap situasi dan kondisi yang dia alami. Dengan doa dan berkomunikasi dengan Tuhan, berarti Musa mau dengar-dengaran akan suara/jawaban dari Tuhan sendiri, bukan dari orang lain atau asumsi dirinya sendiri. Melalui doa, Musa menemukan jawaban Tuhan bahwa Tuhan sanggup bertindak dengan atau tanpa Musa, Musa disadarkan bahwa dirinya hanyalah alat. Tuhanlah yang kuasa, bukan diri Musa, dan pekerjaan yang harus dikerjakan Musa semata-mata adalah pekerjaan Tuhan, bukan ambisi pribadi Musa. 
Ketika kita/pekerjaan/pelayanan ditolak orang-orang di sekeliling kita, berlutut dan berdoalah pada Tuhan. Tuhan akan mendengar dan pasti akan memberi jawaban yang tepat supaya kita memahami kehendak-Nya. Karena itu tetaplah maju berkarya bagi Tuhan. Aeperti Israel yang tidak bisa melihat rencana Allah yang besar di balik derita mereka, demikian kita juga tidak pernah tahu rencana Tuhan bagi hidup kita. Tetapi jangan bersungut, teruslah jalani hidup yang berkenan kepada Tuhan. Amin.
(dari berbagai sumber)
Pendahuluan
Tugas utama seorang hamba Tuhan adalah menaati perintah Tuhan. Tak heran jika di tengah kisah persiapan Musa untuk pergi ke Mesir, perjumpaan Musa dan Harun, serta pertemuan mereka dengan tua-tua di Mesir, kita diberikan suatu kisah yang menarik tentang murka Allah terhadap Musa karena ketidaktaatannya (ay. 24-26).


Telaah Perikop

Keluaran 4:18-31: tujuan panggilan Tuhan secara khusus buat Musa yaitu untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan Mesir dan supaya bangsa Israel beribadah kepada Tuhan. Ketika Musa berusaha membebaskan orang Israel dari perbudakan dengan kekuatannya sendiri, dia gagal total. Sehingga ketika ada panggilan khusus dari Tuhan untuk kedua hal ini, dia sampai berkali-kali menolak, tetapi Tuhan berkali-kali menegaskan panggilan Tuhan ini sehingga akhirnya Musa mau melakukannya.Ada beberapa pokok penting dalam perikop ini yang dapat kita gali dan telusuri mengenai cara Tuhan memanggil dan mengutus serta bagaimana kita mengerjakan panggilan pengutusan tersebut.


1.       Ketika Musa dipanggil Tuhan untuk diutus, dia sedang bekerja menggembalakan domba Yitro, mertuanya. Panggilan Tuhan menuntut dia untuk meninggalkan pekerjaannya dan tempat tinggalnya selama 40 tahun. Pada ayat 18, Musa tidak langsung meninggalkan pekerjaannya untuk melakukan panggilan Tuhan, tetapi dia meminta secara sopan dan hormat kepada mertuanya izin terlebih dahulu. Karena sikap ini dan juga tentunya karena Musa melakukan pekerjaannya dengan baik maka Yitro percaya dan dengan senang memberikan izin kepada Musa. Inilah teladan yang harus kita ikuti. Kita perlu minta hikmat Tuhan untuk kapan menjawab panggilan Tuhan dan janganlah kita menunda-nunda ataupun lari dari panggilan Tuhan.


2.       Pada ay 24, ada yang menarik dari kisah ini. Tuhan berikhtiar (berusaha) untuk membunuhMusa ketika dia dalam perjalanan ke Mesir. Tidak tertulis secara jelas alasan Tuhan mau membunuh Musa tetapi setelah Zipora, istri Musa, menyunat anaknya, Tuhan membiarkan Musa. Ada kemungkinan bahwa Musa tidak menyunat anaknya yang kedua (sunat adalah perjanjian antara Abraham dengan Tuhan yang harus dilakukan turun temurun oleh bangsa Israel) karena sudah berkompromi dengan lingkungan kebudayaan istrinya yang tidak percaya Tuhan. Tuhan tidak senang dengan hal ini dan mengingatkan Musa untuk membereskan hal ini. Walaupun Musa bisa dibilang sangat dekat dengan Tuhan tetapi kedekatan ini tidak membuat Musa mendapat pengecualian dari Tuhan. Justru semakin kita dekat kepada Tuhan, Tuhan semakin ingin kita melakukan setiap apapun yang Tuhan perintahkan.


Kita tidak tahu mengapa Musa tidak menyunat anak itu. Ini seharusnya merupakan anak kedua Musa (di ayat 20 dikatakan bahwa Musa membawa "anak-anaknya lelaki, " berarti lebih dari satu anak lelaki), yang mungkin belum lama dilahirkan sehingga belum disunat. Allah memang sudah memerintahkan Abraham untuk menyunat setiap anak laki-laki keturunan Abraham pada hari ke delapan (Kej 17:12) dan sunat merupakan "tanda perjanjian" antara Allah dengan Abraham dan keturunannya. Karena Musa akan menjadi pemimpin umat Tuhan, maka dia harus menaati perintah Tuhan. Maka Allah menunjukkan murka yang begitu hebat karena pelanggaran sunat itu.


3.       Perhatikan ayat 27-31. Apa reaksi Musa ketika ia hampir dimurkai Allah? Musa tidak marah atau berhenti untuk mengerjakan panggilan Tuhan. Sebab ia menyadari kesalahannya. Justru ia lanjutkan pengutusan itu dan menjumpai Harun di sana untuk menceritakan apa yang Tuhan Firmankan kepadanya.


Hasilnya terlihat jelas ketika Musa tetap mengerjakan tugasnya, dibantu oleh Harun, maka hasilnya menjadi nampak jelas. Umat Israel menjadi percaya kepada kepemimpinannya dan bersukur bahwa TUHAN, Allah Israel ternyata masih mengingat umatNya (ay.31)


Relevansi dan Aplikasi

Kehendak Tuhan bagi kita dapat dibagi dua:

1.       Kehendak Tuhan secara umum: berlaku bagi semua orang khususnya semua orang Kristen seperti memberitakan Injil, menjadi saksi Kristus.

2.       Kehendak Tuhan secara khusus: diberikan pada tiap orang secara khusus dan bisa berbedadari orang lain. Kehendak khusus tidak mungkin terpisah daripada kehendak umumtetapi justru melengkapi.


Kita perlu menggumulkan dan mencari tahu apa kehendak
Tuhan bagi kita secara umum maupun secara khusus. Kehendak khusus biasanya disebut panggilan atau pengutusan Tuhan. Panggilan ini bukan hanya untuk menjadi pendeta atau Penatua atau Diaken, tetapi mungkin juga panggilan untuk menjadi ilmuwan atau dosen, ataupun profesi-profesi lainnya. Sebagai orang Kristen kita harusmenggunakan hidup kita bukan untuk melakukan kehendak manusia tetapi kehendak Allah.


Dalam pengutusan Tuhan, kita perlu meneladani Musa dengan melakukan dua hal yaitu membereskan urusan dengan manusia dan urusan dengan Tuhan. Dan Keluaran 4:18-31 mengajarkan kita bahwa ketika manusia mulai melangkah maju dengan iman untuk melaksanakan pengutusan Tuhan, maka Tuhan akan memperlengkapi dengan firman-Nya.


Pemimpin umat memang dituntut untuk taat kepada Allah. Jika pemimpin tidak taat, bagaimana mungkin dia mengarahkan umat untuk taat? Jika kita menjadi pemimpin rohani, dalam keluarga atau dalam pelayanan, milikilah hati yang taat jika kita mau dipakai untuk melayani Tuhan dengan efektif. Jika kita berada di bawah pimpinan, doakanlah orang yang memimpin kita -baik orang tua maupun para pelayan Tuhan- agar mereka terlebih dahulu taat kepada Allah. Amin. 
(dari berbagai sumber)
KELUARAN 4:10-17

Pendahuluan
Siapakah yang layak menjadi kawan sekerja Tuhan? Jawabannya sangat relatif.  Namun kita harus memahami bahwa menjadi kawan sekerja dari Tuhan Yang Maha Agung itu adalah anugerah Tuhan. Sebenarnya tidak ada yang mampu memenuhi syarat ideal dariNya. Secara jujur kita semua mengakui bahwa kita mempunyai kelemahan dan kekurangan. Karena itu kita seharusnya bersyukur karena Allah masih mau memakai kita, menggunakan setiap ketidak sempurnaan kita untuk kemuliaanNya, serta yang berjanji memperlengkapi dan menyertai kita. Oleh karena itu janganlah takut, tetaplah setia melakukan tugas panggilan kita, yakni pergi dan menghasilkan buah.
Galian Peikop
Nas kita menceritakan pemanggilan Musa yang dimulai pada pasal 3. Mengapa Musa yang dipanggil dan bukan Harun atau orang yang lain tidak dijelaskan dalam perikop kita. Dari penjelasan ayat 14b, jelas disebutkan bahwa Harun tidak saja sebagai anak tertua tetapi juga pandai berbicara. Tetapi mengapa Musa yang dipilih Tuhan, orang yang mempunyai banyak kekurangan, orang yang “kurang percaya diri”? Memang orang yang merasa mempunyai kelemahan-kelemahan sering merasa rendah diri dan kurang percaya diri.
Itulah yang yang terjadi pada diri Musa sehingga ia berusaha menolak panggilan Allah dengan 4 alasan. Pertama (Keluaran 3:11-12), Musa merasa tidak layak atau orang yang tidak tepat melakukan tugas yang dipercayakan Allah (bd. Keluaran 3:10-11 Bd. Keluaran 3:7-10). Alasan Musa ini juga sangat wajar, terlebih bukankah raja Firaun sedang mencari Musa sehubungan dengan kasus pembunuhan terhadap warga mesir yang dilakukan Musa? Atas keberatan Musa ini Allah menjawab dengan janji penyertaan. Alasan kedua (Keluaran 3:13-22), Musa merasa bangsa Israel tidak akan mendengarkan pesan yang disampaikannaya atas nama Tuhan, sebab mereka tidak mengenal nama Tuhan. Atas keberatan ini Allah menjawab Musa dengan memberitahukan namaNya: Aku adalah Aku” (Ehyeh asyer Ehyeh – 10:14).
Mengenai nama Allah ini, DR. Harun Hadiwyono menjelaskan bahwasanya Tuhan bagi Musa dan Israel bukanlah Tuhan yang tidak bergerak, bukan Tuhan yang mati melainkan Tuhan yang hidup dan penuh dinamika (Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1986, hal.39). Dengan nama Allah ini mau mengatakan kepada Musa bahwa Dialah Allah yang mahakuasa, ia memiliki kuasa yang luarbiasa yang dapat diandalkan. Dalam Amsal 18:10 disebutkan “ Nama TUHAN adalah menara yang kuat, ke sanalah orang benar berlari dan ia menjadi selamat”. Ayat ini menjelaskan bahwa nama Yahwe berkuasa untuk menyelamatkan. Melalui nama tersebut mau menyatakan bahwa Allah dapat diandalkan. Ia akan mengalahkan raja Firaun.
Alasan ketiga (Keluaran 4:1-9), walaupun Allah sudah memberitahu namaNya tetapi Musa masih ragu dengan alasan ia tidak yakin bahwa orang Ibrani akan mengakui panggilannya dan menerima dia sebagai hamba Allah. Atas keraguan ini Allah memeperlihatkan kuasanya dengan melakukan tiga mujizat. Tiga mujizat itu adalah: 1. Tongkat menjadi ular, ketika Musa memegang erkor ular tersebut kembali menjadi tongkat; 2. Tuhan menyuruh Musa memasukkan tangannya ke dalam baju dan ketika dikeluarkan telah terkena kusta dan ketika dimasukkan kembali dan dikeluarkan telah pulih kembali; 3. Air menjadi darah.
Alasan keempat terdapat dalam perikop renungan kita (Keluaran 4:10-17), Musa menyatakan tidak pandai berbicara. Keberatan Musa menyangkut hal ini juga sangat wajar. Bukankah karunia berbicara suatu hal yang sangat penting dalam menyampaikan kehendak Allah? Sementara disebutkan dalam ayat 10 Musa berat mulut dan berat lidah. Dari pernyataan ini sepertinya Musa memiliki kesulitan berbicara, barang kali ia seorang yang gagap. Tetapi terhadap keberatan ini Allah menyatakan kepada Musa: “siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN?”
Melalui penyataan ini, Musa kembali diingatkan akan kemahakuasaan Allah sebagai pencipta. Benar ada realita kelemahan pada diri Musa dan hal ini tidak boleh menjadi legitimasi penolakan terhadap panggilan Allah. Dalam ayat 12 Allah menyatakan akan menyertai lidah Musa, bahkan lebih dari itu akan mengajar Musa apa yang harus ia katakan.
Memang kecacatan, ketidak mampuan, kekurangan fisik dapat membuat seseorang “sangat tidak percaya diri”, demikian juga pengalaman kegagalan sering membuat orang dihinggapi perasaan traumatis, khususnya dalam melakukan hal yang sama. Musa, disamping kelemahannya berbicara, tetapi juga pernah merasa ditolak. Ketulusannya membela teman sebangsanya pada waktu di Mesir tidak mendapat respons yang baik (Keluaran 2:13-14), sebaliknya dipahami sebagai hal yang negatif. Karena itulah dalam ayat 13, Musa tetap berusaha menolak panggilan Allah dengan mengatakan: “ah Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus.
Apakah Musa dapat lari dari panggilan Allah? Ternyata tidak. Walaupun disebutkan bahwa Allah murka kepada Musa (Ayat 14), tetapi Allah dengan sabar tetap membimbing Musa dengan memberinya solusi. Dalam hal ini Allah mengingatkan Musa akan abangnya Harun yang pandai berbicara. Musa dapat meminta Harun menjadi juru bicara Musa dan Allah akan berjanji menyertai mereka berdua.
Aplikasi dan Relevasi
Ada beberapa hal penting yang dapat kita aplikasikan dari Firman Tuhan ini, untuk hidup dan ehidupan kita sebagai orang percaya, yakni:
1.       Tuhan sangat menegenal orang yang dipilihnya. Dia tahu kekurangan dan kelebihannya. Musa mempunyai kekurangan. Demikian juga kita semua. Namun kekurangan tersebut seharusnya tidak membuat kita menolak panggilan Tuhan, sebab Tuhan lebih tahu tentang kita. Ingat Allah tidak memandang rendah kekurangan kita. Bahkan mau menggunakan setiap ketidak sempurnaan kita untuk kemuliaanNya.
Cara Allah mengatasi sesuatu yang kita sebut kelemahan atau keterbatasan kita kadang tidak dengan menghilangkannya, walaupun Allah pasti mampu melakukannya, namun memberkatinya serta menggunakannya untuk kebaikan. Di dalam Perjanjian Baru, Paulus mengalami juga hal ini. Ada kelemahannya yang disebut “duri dalam daging”. Ia telah berulang kali (3 kali) meminta agar Tuhan mengambilnya (2 Korintus 12:7,8), akan tetapi justru Allah berkata: “cukuplah kasih karuniangKu bagimu”, sebab justru dalam kelemahanlah kuasaKu menjadi sempurna”.
2.       Melalui renungan kita minggu ini, kita juga belajar mengenai Pembagian tugas. Pembagian tugas adalah merupakan salah satu solusi mengatasi kekurangan seperti yang ada pada diri Musa (Allah menjadikan Harun sebagai juru bicara Musa). Sebagaimana telah disebutkan, bagaimana pun hebatnya seseorang pasti juga mempunyai kelemahan atau kekurangan. Solusinya ialah dengan cara memenej kekurangan tersebut dengan pembagaian tugas. Harun menjadi penolong Musa. Kekurangan Musa dilengkapi Harun. Memang ada bahaya. Musa dapat merasa tersaingi Harun, dan Harun juga dapat merasa dialah yang seharusnya menjadi pemimpin, bukan Musa.
Perasaan demikian berimplikasi kepada menganggap remeh, lebih jauh mengkudeta. Itulah yang kemudian terjadi, Harun dan Miriyam meremehkan Musa (Bilangan 12:1-16). Dengan alasan karena Musa mengawini perempuan kush, tetapi mungkin hal ini hanya sebagai pemicu. Persoalan yang sesungguhnya mungkin karena Harun dan Miriyam tidak puas dengan kepemimpinan Musa, sementara mereka boleh dikatakan tidaklah kalah banyak berperanan. Namun kalau kita baca selengkapnya Bilangan 12, Tuhan tetap memihak Musa. Dan tidak hanya itu, Allah bahkan menghukum orang yang mencoba menjelek-jelekkan, apa lagi yang tidak menghormati hamba yang dipilihNya.
Dengan demikian kita dapat menyimpulkan bahwa tidak ada seorangpun yang sempurna memenuhi kriteria sebagai kawan sekerja Allah, termasuk Musa sekalipun. Namun belajar dari kisah Musa ini, kita diteguhkan untuk percaya bahwa Tuhan pasti memperlengkapi siapapun yang mau bekerja untuk kemuliaan namaNya. Selamat menjadi pribadi yang mengerjakan tugas dan peran masing-masing kita bagi kemuliaan Tuhan. Amin.
(dari berbagai sumber)
bahanrenungankita
karangjoang